1.1
Pendahuluan
Pada hakikatnya setiap perpustakaan memiliki sejarah
yang berbeda. Perbedaan sejarah tersebut menyebabkan setiap perpustakaan
mempunyai tujuan, anggota, organisasi serta kegiatan yang berbeda-beda juga.
Perbedaan tujuan, organisasi induk, anggota dan kegiatan ini mendasari
terbentuknya berbagai jenis perpustakaan. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya berbagai jenis perpustakaan, yaitu:
1.
Tanggapan (respons) sebuah perpustakaan terhadap berbagai jenis
bahan perpustakaan.
Respons masing-masing perpustakaan
terhadap berbagai jenis bahan perpustakaan, misalnya buku, majalah, film,
rekaman suara dan sejenisnya, dapat berbeda-beda. Ada perpustakaan yang mengkhususkan diri pada
pengumpulan buku saja, ada yang hanya mengumpulkan rekaman suara saja, ada yang
khusus mengumpulkan laporan penelitian, bahkan ada juga yang khusus
mengembangkan koleksi peta dan atlas saja. Adanya perbedaan antara bahan
perpustakaan (grafis, elektronis) untuk tunanetra dengan yang bukan untuk
tunanetra juga dapat menimbulkan perbedaan jenis perpustakaan. Misalnya,
perpustakaan nasional adalah perpustakaan yang mengumpulkan semua jenis bahan
perpustakaan tanpa terkecuali, sedangkan perpustakaan khusus untuk tunanetra
kemungkinan akan membatasi koleksinya pada buku yang ditulis dalam huruf
Braille.
2.
Tanggapan terhadap kebutuhan
informasi berbagai kelompok pembaca.
Di kalangan masyarakat terdapat
berbagai kelompok pembaca, misalnya kelompok anak bawah lima tahun, pelajar, mahasiswa, peneliti, ibu
rumah tangga, remaja putus sekolah dan sejenisnya. Masing-masing kelompok
pembaca tersebut membutuhkan bahan bacaan yang berbeda tingkat intelektual,
penyajian, bentuk fisik dan ukuran hurufnya. Kebutuhan informasi seorang
peneliti akan berbeda daripada kebutuhan informasi seorang murid SMU, walaupun
keduanya meneliti objek yang sama. Perbedaan tingkat intelektualitas ini
menyebabkan perbedaan pada bahan perpustakaan yang dibutuhkan. Misalnya, bila
seorang peneliti dan seorang anak SMA sama-sama meneliti gerakan Boedi Oetomo,
maka bahan perpustakaan mengenai gerakan Boedi Oetomo yang dibutuhkan peneliti
akan berbeda dengan yang dibutuhkan pelajar SMA. Karena adanya perbedaan
kebutuhan tersebut, maka tumbuhlah perpustakaan yang mengkhususkan diri
melayani kelompok pembaca tertentu, misalnya perpustakaan yang khusus melayani
ibu rumah tangga atau anak-anak saja. Masyarakat umum dilayani oleh
perpustakaan umum, sedangkan peneliti dilayani oleh perpustakaan khusus.
Perpustakaan perguruan tinggi melayani dosen dan mahasiswa, sedangkan
perpustakaan sekolah melayani anak sekolah.
3.
Tanggapan terhadap spesialisasi subjek.
Tanggapan terhadap spesialisasi
subjek mencakup tanggapan terhadap ruang lingkup subjek serta rincian subjek
yang bersangkutan. Perkembangan ilmu mempunyai imbas yang kuat terhadap
perpustakaan. Suatu ilmu dapat berkembang dan terpecah menjadi lebih dari satu
ilmu baru. Sebaliknya, dua ilmu atau lebih dapat juga lebur menjadi ilmu baru.
Pada masa yang lalu hanya ada satu ilmu, yaitu filsafat, yang kemudian pecah
menjadi ilmu baru seperti Sains serta Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora.
Selanjutnya Ilmu-Ilmu Sosial berkembang lagi sehingga tumbuh ilmu-ilmu baru
seperti Sosiologi, Hukum, Ilmu Politik dan lain-lainnya. Pemecahan sebuah ilmu
menjadi ilmu baru dikenal dengan istilah fisi, sedangkan penggabungan dua ilmu
atau lebih menjadi ilmu baru dikenal sebagai fusi. Contoh fusi adalah
penggabungan Biologi dan Kimia menjadi Biokimia (Biochemistry). Biokimia pecah
lagi menjadi Biokimia Biologi (Biological Biochemistry) dan Biokimia Fisik
(Physical Biochemistry). Terjadinya fisi dan fusi ilmu dengan sendirinya
mendorong pertumbuhan bahan perpustakaan dengan subjek-subjek baru. Pertumbuhan
subjek-subjek baru pada gilirannya mempengaruhi tumbuhnya berbagai jenis
perpustakaan, sehubungan dengan adanya perpustakaan yang mengkhususkan
koleksinya pada subjek tertentu.
Dalam kenyataan sehari-hari, pembaca
mempunyai minat serta kebutuhan informasi yang berbeda derajat kedalaman
walaupun subjeknya sama. Misalnya seorang mahasiswa dan murid SD berminat
terhadap geografi pulau Sumbawa . Walaupun
terdapat kesamaan minat di antara keduanya, ada perbedaan kedalaman subjek yang
mereka perlukan. Misalnya, si mahasiswa lebih mendalami asal usul kesultanan
Sumbawa sementara si murid SD terbatas pada sejarah singkat kerajaan Sumbawa . Karena kebutuhan kedalaman subjek bahan
perpustakaan yang dibutuhkan berbeda, maka buku yang disediakan perpustakaan
pun akan berbeda. Ditinjau dari segi cakupannya, maka ada pembaca yang menginginkan
cakupan subjek yang luas dan tidak terlalu terinci, ada yang memerlukan cakupan
singkat saja, namun ada juga juga yang memerlukan cakupan subjek yang sempit
namun mendalam. Adanya kebutuhan informasi mengenai suatu subjek dengan
intensitas intelektual yang berbeda-beda menyebabkan tumbuhnya berbagai jenis
perpustakaan yang koleksinya disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat
intelektualitas pembacanya. Sebagai contoh, perpustakaan umum menyediakan
koleksi yang bersifat umum dengan tingkat intelektual yang sesuai dengan
masyarakat setempat, perpustakaan khusus menyediakan koleksi yang khusus,
spesifik (khas), dengan tingkat intelektualitas sangat tinggi, perpustakaan
nasional menyediakan koleksi untuk tingkat universitas ke atas, sedangkan
kebutuhan murid SD sampai SMA dilayani oleh perpustakaan sekolah dan
perpustakaan umum. Bila pembaca memerlukan bahan perpustakaan yang tidak
tersedia di perpustakaan tertentu, ia dapat memperoleh bahan perpustakaan yang
diperlukan tersebut melalui kerja sama perpustakaan.
Dalam berbagai literatur terdapat
berbagai jenis perpustakaan. Dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang
Perpustakaan dinyatakan bahwa terdapat lima jenis perpustakaan, yaitu
perpustakaan nasional, perpustakaan umum, perpustakaan khusus, perpustakaan
perguruan tinggi dan perpustakaan sekolah. Karena fokus tulisan ini adalah
perpustakaan nasional, maka hanya perpustakaan nasional saja yang akan dibahas
lebih lanjut.
1.2
Definisi perpustakaan nasional
Pada tahun 1970, dalam konferensi umumnya yang ke 16,
UNESCO mengeluarkan Recommendations Concerning the International
Standardization of Library Statistics yang memuat definisi perpustakaan
nasional sebagai berikut :
Perpustakaan nasional: perpustakaan yang bertanggung
jawab atas akuisisi dan pelestarian kopi semua terbitan yang signifikan, yang
diterbitkan di sebuah negara dan berfungsi sebagai perpustakaan “deposit”, baik
berdasarkan undang-undang maupun kesepakatan lain, dengan tidak memandang nama
perpustakaan. Perpustakaan nasional juga umumnya menjalankan fungsi sebagai
berikut: menyusun 2
bibliografi naisonal; menyimpan dan memutakhirkan
koleksi asing yang bernilai tinggi dan representatif termasuk buku mengenai
negara yang bersangkutan; bertindak sebagai pusat bibliografi nasional;
menyusun katalog induk; menerbitkan bibliografi nasional retrospektif.
Perpustakaan yang menyebut dirinya sebagai perpustakaan “nasional” namun
fungsinya tidak sesuai dengan definisi di atas tidak dapat dimasukkan ke
kategori “perpustakan nasional.”
Definisi tersebut sedikit berubah dalam hasil pertemuan Conference
of Directors of National Libraries(CDNL) di Bangkok tahun 1999. Konferensi
tersebut memberikan definisi sebuah perpustakaan nasional sebagai berikut.
Sebuah institusi, terutama didanai (langsung atau tidak
langsung) oleh negara, yang bertanggung jawab atas pengumpulan secara
komprehensif, pencatatan bibliografis, pelestarian dan menyediakan warisan
dokumenter (terutama materi yang diterbitkan dalam semua jenis) yang berasal
atau berkaitan dengan negara tersebut; dan dapat juga bertanggung jawab atas
pelaksaaan lebih lanjut fungsi perpustakaan di negara tersebut secara efisien
dan efektif melalui tugas seperti manajemen koleksi yang maknawi secara
nasional, penyediaan infrastruktur, koordinasi aktivitas perpustakaan dan
sistem informasi di negara bersangkutan, hubungan internasional, dan
melaksanakan kepemimpinan. Biasanya tanggung jawab ini secara formal diakui
lazimnya berdasarkan perundang–undangan. Untuk keperluan definisi ini maka
sebuah negara didefinisikan sebagai negara independen berdaulat. Institusi yang
disetarakan dengan perpustakaan nasional terdapat juga di entitas nasional
non-berdaulat seperti di Catalonia , Quebec dan Wales
Definisi di atas akan digunakan selanjutnya dalam makalah ini.
1.3
Fungsi perpustakaan nasional
UNESCO membakukan fungsi perpustakaan nasional dalam
tiga kategori, yaitu fungsi utama (main function), fungsi yang diinginkan
(desirable function) dan fungsi yang mungkin dilaksanakan (possible function).
1.3.1 Fungsi utama atau fungsi
pokok perpustakaan nasional ialah:
( a ) Mengumpulkan dan melestarikan literatur nasional dengan sasaran
selengkap mungkin. Dengan kata lain fungsi pertama perpustakaan nasional ialah
menyimpan semua bahan perpustakaan tercetak dan terekam yang diterbitkan di
suatu negara. Dengan demikian ada perpustakaan nasional yang mengumpulkan semua
terbitan dari suatu negara, namun ada pula perpustakaan nasional yang hanya
mengumpulkan terbitan dengan subjek tertentu dari suatu negara serta juga
terbitan asing dalam subjek yang diminati. Dalam hal ini National Library of
Medicine di Amerika Serikat dapat dikatakan sebagai perpustakaan nasional
bidang khusus. Perpustakaan nasional bidang umum dapat ditemukan di setiap
negara yang memiliki perpustakaan nasional, karena jenis inilah yang banyak
ditemukan di dunia.
( b ) Menerbitkan bibliografi nasional. Bibliografi ini merupakan tindak
lanjut dari fungsi pertama, yaitu mengumpulkan dan melestarikan terbitan sebuah
negara.
( c ) Melaksanakan jasa pinjam antarperpustakaan.
( d ) Bertindak sebagai penyelenggara jasa informasi bibliografis
nasional.
( e ) Menerbitkan atau menunjang penerbitan bibliografi khusus.
1.3.2. Fungsi yang diinginkan (desirable function) dari perpustakaan
nasional ialah:
( a ) Bertindak sebagai pusat penelitian dan pengembangan dalam
pekerjaan perpustakaan dan informasi;
( b ) Menyediakan pendidikan dan pelatihan dalam pekerjaan
perpustakaan dan informasi;
(.c.) bertindak sebagai pusat perencanaan bagi perpustakaan sebuah
negara.
1.3.3. Fungsi yang dimungkinkan ialah:
( a ) bertindak sebagai pusat pertukaran bahan perpustakaan
antarperpustakaan;
( b ) menyediakan jasa perpustakaan khusus untuk lembaga pemerintahan;
bertindak sebagai museum buku.
1.4
Sejarah perpustakaan nasional
Perpustakaan nasional dalam kepustakawanan modern
mencakup sejumlah perpustakaan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain
menyangkut masalah dan sifat aktivitasnya. Di antara para ahli belum ada
kesepakatan mengenai definisi perpustakaan nasional. Karena itu mereka menekankan
pada cirinya dan mereka sepakat bahwa perpustakaan nasional lebih baik dilihat
dari definisinya. Maka disepakati cirinya sebagai penyimpanan publikasi
nasional. Fungsi ini disepakati karena berkat fungsi ini muncul perpustakaan
yang menjadi perpustakaan nasional.
Perkembangan perpustakaan nasional sangat erat kaitannya dengan
perkembangan perpustakaan di negara berdaulat yang bersifat borjuis.
Pengembangan perpustakaan nasional merupakan upaya konsolidasi ilmu pengetahuan
dan kebudayaan nasional di negara tersebut. Perpustakaan nasional didirikan
untuk mengumpulkan dan melestarikan publikasi sebagai pengejawantahan
keberhasilan intelektual di negara yang bersangkutan.
Proses berdirinya perpustakaan nasional dimulai tahun
1795, ketika Konvensi Nasional Prancis mengumumkan bahwa perpustakaan, yang
sebelumnya merupakan milik raja, menjadi milik nasional serta memberikan hak
kepada Konvensi Nasional untuk memperoleh kopi deposit semua publikasi tercetak
yang diterbitkan di Prancis. Menyusul terbentuknya perpustakaan nasional di
Prancis tersebut terdapat 20 perpustakaan nasional yang terbentuk pada abad 19.
Pada abad 20 lebih dari 30 perpustakaan nasional terbentuk dan lebih banyak
lagi setelah Perang Dunia II usai dengan lahirnya berbagai negara baru yang lahir
berkat berlangsungnya dekolonialisasi dan proses demokrasi.
Tidak semua perpustakaan nasional memiliki status resmi
sebagai perpustakaan nasional. Banyak juga yang statusnya tidak resmi.
Sepanjang sejarah eksistensinya, perpustakaan nasional sebagai sebuah konsep
tipologis mengalami evolusi yang signifikan. Perkembangan perpustakaan nasional
hingga menjadi bentuk seperti yang ada sekarang memerlukan proses yang memakan
waktu sekitar satu setengah abad, berlangsung diam-diam dan harmonis.
Prinsip akuisisi koleksi sebagian besar perpustakaan
nasional ialah keluasannya (exhaustiveness). Prinsip ini dirumuskan oleh
Antonio Panizzi, yang berkarya di British Museum Library. Paniizi berpendapat
bahwa British Musuem Library harus memiliki “koleksi terbaik literatur
berbahasa Inggris dan koleksi terbaik literatur dari semua negara di luar
negara-negara berbahasa Inggris tersebut.” Dalam bahasa aslinya “the best
collection of English literature and the best collection of literature of all
other countries outside of each of these countries.” Akuisisi selengkap mungkin
karya tercetak tentang semua cabang ilmu pengetahuan dari semua negara dalam
semua bahasa merupakan tujuan perpustakaan nasional.
Aspirasi ini sampai pada tahap tertentu akan sulit
diwujudkan. Misalnya Library of Congress, Perpustakaan Negara Lenin, British
Museum Library, Bibliotheque National di Paris memang memiliki sifat unik
berkaitan dengan isi dan besaran koleksinya yang mencakup terbitan luar dan
dalam negeri. Namun, bila setiap perpustakaan nasional memiliki koleksi dengan
signifikansi internasional, maka di setiap negara hanya perpustakaan nasional
yang terkaya dan terbesar jumlah koleksinya. Pada kenyataannya, bila dilihat
dari segi koleksi, maka mungkin hanya ada 10 perpustakaan nasional yang memiliki
koleksi lebih dari 10 juta, yaitu Amerika Serikat, Rusia, Prancis, Jerman,
Inggris, Rumania, Hongaria dan tiga lainnya. Bila standar jumlah koleksi
perpustakaan nasional diturunkan menjadi 5 juta, maka negara yang memilikinya
bertambah akan menjadi lebih banyak.
Selama periode seratus lima puluh tahun pertama, sebagian besar
perpustakaan nasional memiliki garis haluan konservatif dalam kaitannya dengan
jasa bagi publik. Semuanya perpustakaan nasional memiliki akses yang relatif
terbatas bagi publik. Hal ini dapat dijelaskan atas alasan sosiopolitik dan
tradisi historis. Banyak perpustakaan nasional yang berasal dari universitas
tetap mempertahankan fungsi dan penggunanya, yaitu pengajar dan mahasiswa.
Dalam kaitannya dengan perpustakaan lain di sebuah negara,
perpustakaan nasional menempati kedudukan yang independen dengan berbagai
pengecualian atau pengkhususan. Perpustakaan nasional tidak ikut serta dalam
layanan pinjam antarperpustakaan atau bentuk kerja sama perpustakaan lainnya.
Selama lima
puluh tahun terakhir ini situasi berubah sangat cepat. Pada paro pertama abad
20 muncul krisis yang menerpa perpustakaan nasional, yaitu:
(1) Perpustakaan
nasional diasosiasikan dengan sebab-sebab non sosial. Dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi terdapat peningkatan jumlah ilmuwan yang berimbas
pada semakin meningkatnya jumlah informasi yang dibutuhkan. Informasi yang
dibutuhkan juga tidak terbatas pada publikasi tercetak saja. Gejala ini
bertentangan dengan karakter perpustakaan nasional yang mempunyai kebijakan
akses terbatas ke koleksinya.
(2) Krisis
tersebut semakin meningkat sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Dengan
kemajuan kebudayaan, fenomena peningkatan jumlah informasi yang dibutuhkan
secara langsung tercermin dalam produksi publikasi tercetak di seluruh dunia,
yang peningkatan volumenya mendekati kecepatan eksponensial dan berjalan terus
setiap tahun. Meningkatnya jumlah publikasi ini menghambat operasi perpustakaan
nasional. Akuisisi bahan perpustakaan menjadi rumit menyangkut kontrol atau
pengaturan untuk menjamin keluasan penerimaan kopi deposit publikasi nasional
serta seleksi buku asing yang diperlukan perpustakaan. Pertumbuhan koleksi yang
cepat menyebabkan terus meningkatnya kapasitas penyimpanan yang diperlukan
untuk akuisisi baru. Ini berarti penambahan ruang simpan tidak seimbang dengan
penambahan koleksi. Pengolahan, organisasi koleksi, pemeliharaan katalog
menjadi sangat rumit. Akhirnya perpustakaan nasional tidak mampu menyediakan
bahan perpustakaan bagi pembaca sesuai dengan jadwal dan dengan demikian tidak
lagi efektif dalam menginformasikan literatur terbaru bagi pembacanya.
(3) Perpustakaan
khusus jumlahnya semakin bertambah dan semakin mapan karenan memiliki pembaca
yang terarah serta memiliki keunggulan dibandingkan dengan perpustakaan
nasional dan perpustakaan lainnya. Keunggulan pertama terletak pada isi dan
jenis koleksinya. Karena kekhusuan cakupan subjeknya, maka perpustakaan khusus
lebih leluasa dalam memilih 5
publikasi dengan cakupan lebih lengkap daripada
perpustakaan lain. Perpustakaan khusus mulai memusatkan diri pada jurnal.
Perpustakaan khusus memiliki keunggulan dalam kecepatan penghantaran bahan
perpustakaan, penanganan sistem rujukan, serta pendayagunaan jasa
informasi–referens, yang semuanya akan jauh lebih memuaskan pembaca
dibandingkan dengan yang bisa didapat dari bentuk konvesional perpustakaan
lain.
(4) Adanya
arah gejala kerja sama dan penciptaan sistem perpustakaan secara keseluruhan.
Pustakawan di berbagai perpustakaan mulai merasa perlu memusatkan dan
mengkoordinasikan aktivitas perpustakaannya, yang dengan sendirinya mengarah
pada perpustakaan nasional yang memiliki koleksi terbesar, keuangan cukup,
personel yang berkualifikasi. Hal tersebut bertentangan dengan isolasionisme
tradisional perpustakaan nasional serta sifat ekskulisivitas postur
perpustakaan nasional terhadap perpustakaan lainnnya.
Kesulitan yang dihadapi perpustakaan nasional serta
berkembangnya perpustakaan khusus menyebabkan lahirnya pendapat ketidaksetaraan
(incompatibility) antara tuntutan baru perpustakaan serta fungsi tradisional
perpustakaan. Bahkan ada yang menganggap perpustakaan nasional berada dalam
posisi mandeg karena tugasnya sudah merupakan bagian masa lampau. Muncul
pertanyaan mengenai kelayakan eksistensi masa depan perpustakaan nasional
sebagai arsip publikasi nasional. Inilah krisis yang dihadapi perpustakaan
nasional.
Di sisi lain, perpustakaan nasional memiliki ciri khas yang
membenarkan eksistensi mereka dengan tidak memandang keunggulan perpustakaan
khusus. Adapun ciri khas yang membenarkan eksistensi perpustakaan nasional
ialah:
(1) Fungsi
tradisional perpustakaan nasional ialah akuisisi, penyimpanan dan
pengorganisasian serta penggunaan koleksi nasional publikasi tercetak. Dalam
hal ini tidak diragukan lagi pentingnya perpustakaan nasional.
(2) Selama
berabad-abad, perpustakaan nasional telah mengakumulasikan koleksi umum
literatur asing yang tidak ada tandingannya di negaranya;
(3) Koleksi
ini terdiri dari literatur yang mencakup bidang-bidang pengetahuan yang tidak
dilayani perpustakaan khusus yang independen. Perpustakaan nasional juga
memiliki publikasi bahasa langka yang tidak dapat dilayani oleh perpustakaan
lain karena kelangkaan personel yang menguasai bahasa langka.
(4) Pada
masa pengembangan jasa perpustakaan, isu lebih parah terdapat pada
sentralisasi, standardisasi dan koordinasi aktivitas perpustakaan pada skala
nasional dan internasional. Dengan sendirinya tugas ini dipercayakan kepada
perpustakaan nasional karena perpustakaan nasional yang kaya koleksi, memiliki
fasilitas referens yang baik, keuangan cukup dan personel berkualifikasi.
Pada tahun 1950an, 1960an dan 1970an masalah
perpustakaan nasional menjadi masalah kontroversial. Ada beberapa anggapan yang pernah muncul
sebagaimana yang diuraikan berikut ini. Salah satunya adalah bahwa
“Perpustakaan nasional adalah salah satu bagian terpenting dari sistem
perpustakaan sebuah negara.” Ada
juga anggapan yang nadanya pesimistis, yaitu bahwa “Perpustakaan nasional
adalah fenomena kuno, organisasi yang inefektif dan sekarat.” “masa depan
perpustakan nasional ialah spesialisasi.” Pendapat yang berlawanan: “Kekuatan
perpustakaan nasional terletak pada sifat umum koleksinya.” Kesenjangan
pendapat dikarenakan oleh kondisi kompleksitas yang tidak lazim pada masa kini
pada masa perpustakaan nasional beroperasi serta berbagai faktor yang
menentukan perkembangannya. 6
Salah satu faktor yang paling menentukan ialah sifat
khas ilmu pengetahuan modern tercermin dalam subjek publikasi tercetak serta
isi permintaan pemakai yang mencerminkan ciri tujuan utama sistem perpustakaan.
Perkembangan perpustakan nasional sebagai sebuah bentuk perpustakaan penelitian
diintegrasikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan sebaliknya.
Perkembangan ini semakin nyata dengan perkembangan zaman.
Diferensiasi dan integrasi, fusi dan fisi ilmu
pengetahuan merupakan karakteristik ilmu modern. Karakteristik tersebut memilik
dampak langsung terhadap keluaran bahan perpustakaan tercetak dan elektronik,
yang pada gilirannya, berimbas pada koleksi perpustakaan dan jenis pembacanya.
Diferensiasi ilmu pengetahuan mendorong penerbitan buku
dengan subjek sangat khusus. Situasi ini merumitkan pelaksanaan akuisisi buku
asing oleh perpustakaan nasional. Dengan membanjirnya terbitan semakin sulit
bagi perpustakaan nasional untuk memilih buku dan majalah. Dalam kasus
tertentu, perpustakaan khusus lebih memiliki keunggulan. Karena dibatasi oleh
julatan disiplin yang pasti, maka perpustakaan khusus lebih mudah menetapkan
keluasan dan kedalaman koleksinya.
Integrasi ilmu pengetahuan mendorong pertumbuhan publikasi dalam
ilmu-ilmu yang berdekatan. Integrasi ilmu pengetahuan menyulitkan perpustakaan,
karena memilih materi dalam bidang-bidang ilmu tersebut juga tidak mudah.
Sebagai akibatnya, di kalangan perpustakaan khusus timbul kecenderungan untuk
mengubah diri menjadi perpustakaan multicabang ilmu pengetahuan. Hal ini
terjadi pada perpustakaan khusus yang besar.
Fusi ilmu pengetahuan juga tercermin dalam jenis
spesialiasi pemakai. Sejalan dengan spesialisasi ke bidang ilmu yang lebih
sempit, diperlukan pengetahuan atau orientasi pada dasar-dasar ilmu pengetahuan
lain. Minat pemakai yang semakin meningkat tampak pada publikasi cabang-cabang
pengetahuan yang berkaitan.
Nyatalah bahwa permintaan literatur khusus oleh cabang-cabang ilmu
pengetahuan hanya dapat dipenuhi oleh perpustakaan khusus; pertanyaan yang
berkaitan kompelks sebaiknya diwakili oleh koleksi perpustakaan yang lebih
berisfat umum.
Jadi diferensiansi dan integrasi ilmu pengetahuan,
spesialisasi dan hibridisasi peneliti berkaitan dengan 2 jenis perpustakaan
penelitian yaitu perpustakaan penelitian khusus dan umum, Maka kesimpulannya
ialah memenuhi permintaan peneliti masa kini hanya dimungkinkan oleh adanya
aktivitas saling mengisi, terkoordinasi antara kedua jenis perpustakaan khusus.
Dengan kata lain, perkembangan ilmu pengetahuan menentukan penyusunan sistem
perpustakaan.
Gagasan “sistem bersama” perpustakaan mula-mula muncul
di Uni Soviet. Ditunjang oleh perencanaan nasional untuk perkembangand an panduan
perpustakaan. Gagasan tersebut kemudian dilanjutkan di negara lain. UNESCO,
FID, IFLA dan International Council on Archives (ICA) mengembangkan perencanaan
nasional untuk infrastruktur dokumentasi, perpustakaan dan kearsipan nasional.
Hal tersebut menunjukkan pentingnya masalah bersama kearah pemecahan masalah
berskala internasional. 7
1.5. Jenis perpustakaan nasional
Istilah perpustakaan nasional memiliki maka tersendiri dan khas bagi
profesi. Lalu timbul pertanyaan mengapa sulit memberikan batasan apa yang
disebut perpustakaan nasional. Dari ratusan perpustakaan nasional, bila dilihat
sudut pandang taksonomi maka terdapat tiga jenis perpustakaan nasional.
Sebahagian besar perpustakaan nasional memberikan jasa unik; sebahagian
memiliki kedudukan primat di antara perpustakaan lain arrinya perpustakan utama
dari perpustakaan yang ada dan ketiga semuanya menghadapi masalah yang dihadapi
“perpustakaan nasional” pada masa kini.
1.5. Jenis
perpustakaan nasional
Istilah perpustakaan
nasional memiliki maka tersendiri dan khas bagi profesi. Lalu timbul pertanyaan
mengapa sulit memberikan batasan apa yang disebut perpustakaan nasional. Dari
ratusan perpustakaan nasional, bila dilihat sudut pandang taksonomi maka
terdapat tiga jenis perpustakaan nasional. Sebahagian besar perpustakaan
nasional memberikan jasa unik; sebahagian memiliki kedudukan primat di antara
perpustakaan lain arrinya perpustakan utama dari perpustakaan yang ada dan
ketiga semuanya menghadapi masalah yang dihadapi “perpustakaan nasional” pada
masa kini.
1.5.1. Generasi pertama
Perpustakaan nasional
dapat dibagi menjadi tiga jenis model, model pertama disebut generasi pertama.
Generasi pertama merupakan perpustajaab nasional klasik, tradisional yang sama
dengan apa yang disebut kepustakawanan Barat. Umumnya didirikan sebelum tahun
1800, adalah model tradisional Library of Congress, British Library,
Bibliotheque Nationale. Jenis ini didirikan sebagai bagian nasionalisme,
koleksinya mulai dengan akuisisi miliki raja dan kaum bangsawan (Prancis , Austria ,
Denmark )
atau akuisisi perpustakaan pribadi yang besar (misalnya koleksi Thomas
Jefferson pada Library of Congress atau koleksi Sir Hans Soalne pada British
Library). Setelah terbentuk, perpustakaan ini tumbuh pesat berkat adanya
undang-undang deposit, kemudian menjadi dikaitkan dengan hak cipta atau izin
menerbitkan perdagangan buku.
Berkat undang-undang
deposit, koleksi perpustakaan nasional tumbuh meluas. Tidak ada seleksi buku;
produksi sebuah karya dalam sebuah negara merupakan materi yang dengan sendirinya
bagian dari rekaman warisan national. Meluasnya koleksi bergilir dengan
keharusan menggunakannya di kalangan komunitas pandit. Langkah pertama ialah
pengembangan pengawasan bibliografis agar koleksinya berguna. Ini kemudian
merangsang munculnya bibliografi nasional, bibliografi khusus, katalog induk,
standar bibliografi nasional, pelatihan profesional bagi pustakawan.
Besarnya koleksi
perpustakaan bangsa menumbuhkan posisi mereka dalam kehidupan budaya bangsa.
Perpustakaan nasional mencerminkan minat bangsa dalam aktivitas intelektual,
maka itu perpustakan nasional ditempatkan pada gedung yang megah. Sumbangan
pribadi diberikan sehingga koleksi dan prestise mereka meningkat. Karena telah
membeli semua pengetahuan terekam yang ditempatkannya pada sebuah tempat, maka
perpustakaan nasional menjadi tempat paling efisien untuk penelitian. Jadi óne
stop”. Sudah tentu kuantias penggunaan tidka sesuai dengan besaran koleksi
serta laju penggunaannya berada jauh di bawah perpustakaan umum atau perguruan
tinggi, namun kualitas penggunaan koleksi di perpustakaan nasional mencerminkan
kepanditan paling tinggi serta menarik ilmuwan paling cemerlang dari negara
bersangkutan.
Karena memiliki
prestise yang tinggi, maka kepala perpustakaan nasional diambilkan dari masyarakat.
Maka kepala Library of Congress diambil dari ilmuwan (sejarahwan, penyair,
mislanya Archibald McLeish dengan puisi “The young dead solders” yang banyak
dikaitkan dengan puisi Chairil Anwar “Kerawang Bekasi”), Filipina (sejarahwan).
Keunggulan perpustakaan
nasional generasi pertama bersifat superlatif. Perpustakaan nasional di Viena
kaya akan papyrus, perpustakaan nasional Denmark 8
unggul pada saga
Islandia, Irlandia memiliki lebih banyak vellum (Reading Room British Library)
memiliki kubah yang besar. Di British Library muncul seorang pengunjung, kelak
namanya terkenal sebagai Karl Marx. Perpustakaan nasional, khususnya di Eripa,
memiliki sifat elit versi Eropa. Pengunjung harus membawa surat pengantar yang dibuat oleh orang lain
yang pernah menggunakan koleksi perpustakaan nasional. Di mana-mana mahasiswa
selalu dipersulit. Jasa seringkali didisain sedemikian rupa sehingga peneliti
yang memiliki motivasi tertinggi saja yang dapat menggunakan koleksi. Waktu
serah bahan perpustakaan sejak saat permintaan buku sampai ke penyerahan buku
selalu melewati waktu 24 jam dan seringkali dalam hitungan harian. Sungguhpun
demikian perpustakaan nasional generasi pertama menjadi pusat kepustakawanan di
negara masing-maisng, menjadi pelestari utama memori nasional dan mengembangkan
penelitian dan kepanditan. Tradisi perpustakaan nasional generasi pertama
menghasilkan perpustakaan nasional Generasi Kedua.
1.5.2.
Generasi kedua
Perpustakaan nasional
ini muncul antara periode Perang Napoleon dan Perang Dunia, jumlahnya sekitar
50an. Muncul pada awal abad 20, perpustakaan nasional berkembang sebagai
lembaga yang sangat berbeda dengan perpustakaan nasional sebelumnya. Di Amerika
Latin mulai sebagai koleksi literer dan historis, disimpan di gedung indah,
namun karena seringnya pergantian pemerintahan dan perpindahan maka selalu
kekurangan anggaran dan staf. Gedung perpustakaan yang berada di tengah-tengah kota menjadi ajang
pertempuran dan revolusi karena lokasinya gedung perpustakaan dikuasai pihak
yang bersengketa untuk keperluan pertempuran. Maka akibatnya koleksi
perpustakaan nasional tersebar kemana-mana sehingga harus membuat gedung baru.
Dengan demikian perpustakaan naisonal Amerika Latin baru dalam koleksi dan jasa
namun tua dalm sejarahnya.
Banyak perpustakaan
nasional mulai sebagai bagian pemerintahan serta didirikan untuk membantu
palrmen. Canada , Australia , New Zealand memusatkan koleksinya
untuk membantu legislatif, dari situ baru berkembang ke ilmu pengetahuan dan
humaniora. Pendirian Perpustakaan nasional jenis berikutnya ialah bersamaan
dengan perkembangan perpustakaan pendidikan dan komunitas (Swiss, Yunani , Israel )
sehingga perpustakaan nasional bersaing dengan lembaga lain dalam mencari dana
serta perhatian dari pemerintah. Perpustakaan nasional jenis ini, karena
dipaksa oleh keadaan, hanya memusatkan jasanya yang hanya mampu dilayani oleh
koleksi nasional pusat. Jasa lain diserahkan kepada perpustakaan perguruan
tinggi dan umum. Jasa bibliografis sudah lazim, umumnya perpustakaan nasional
ini mengakumulasi sejarah dan keberhasilan sebuah negara namun koleksi yang
besar jarang yang terealisasikan.
Karena seringnya
perang, perubahan pemerintahan dan perubahan tujuan, maka perpustakaan nasional
mengubah tujuan dan sasaran. Masing-masing perpustakaan ansional memilih tujuan
masing-maisng, kemudian mengembangkannya. Koleksi maisng-masing perpustakaan
nasional bervariasi, dari koleksi perpustakaan nasional Bolivia yang hanya 150,000 (1988) sampai ke
Perpustakaan Lenin Uni Soviet(28,2 juta), Gedungnya juga bervariasi,
perpustakaan nasional Tunisia
semula penjaja (vendor) lalu digunakan sebagai barak militer sementara National
Library of Canada memiliki gedung baru yang megah.
Perpustakaan nasional
negara Sosialis lazimnya memiliki organisasi dan program yang sama. Maisng-masing
perpustakaan nasional bertindak sebagai pusat deposit buku bagi negara yang
bersangkutan, perpustakaan umum pusat untuk negara serta pusat pelatihan
pustakawan.
Pada akhir periode ini
muncul teknik baru guna mengatsi masalah penggunaan, penyimpanan dan penunjang.
Divisi perpustakaan nasional dibagi menjadi elemen terpisah yang letaknya
terpencar. British System mengenal National Library of Wales (1909) dan
National Library of Scotland (1925). Di Italia perpustakaan nasional
dibagi-bagi di antara perpustakaan yang mapan di Florence, Napoli, Roma,
Venezia, Parlemo dan Torino . Di Yugoslavia
perpustakaan nasional terdapat di Belgrado, Zagreb ,
Ljubljana , Sarajevo ,
Skopje dan
Cetinje.
1.5.3.
Generasi ketiga
Sangat berbeda dengan
perpustakaan nasional sebelumnya, tujuannya sangat berbeda. Bila perpustakaan
nasional yang lebih tua mulai memulai dengan koleksi yang diwariskan dan tumbuh
sekitar buku, maka perpustakaan nasional yang baru menggambarkan perpustakaan
nasional sebagai sistem terpadu, dikembangkan penuh, biasanya bermarkas besar
diibu kota
negara namun menjangkau perpustakaan provinsi dan lokal. Perpustakaan nasional
biasanya menyelenggarakan sebuah sekolah perpustakaan, meminjamkan buku dan
menyelenggarakan bibliografi nasional. Seringkali perpustakaan nasional
diciptakan untuk memenuhi kebutuhan central point deposit dokumen internasional
(PBB, WHO, Unesco, organisasi internaisonal lainnya) serta central point
pertukaran internasional dan penerimaan hibah buku drai luar negeri.
Beberapa perpustakaan
nasional mulai sebagai lembaga pemerintah (Nigeria , National Diet Library
Jepang), kemudian menerima tanggung jawab yang lebih besar, akhirnya berkembang
sebagai pusat jaringan utama akuisisi dan pengunnan buku.
Rujukan, penelitian
dan rekod pengalaman nasional merupakan milik sistem pendidikan. Pola ini
diikuti oleh Islandia, Norwegia , Israel Ceko ,
Slovakia ).
Perpustakaan nasional
yang merupakan inti konfigurasi perpustakaan umum Kementerian Pendidikan
terdapat di Panama, Guatemala, Ghana.Di Malaysia, Libya, Tunisia, perpustakaan
nasional menjadi gudang buku peminjaman dan distribusi buku, sedangkan di
Colombia, El Salvador, dan Singapura, perpustakaan nasional membuka cabang
perpustakaan nasional di pusat-pusat kota.
1.6.
Asal usul perpustakaan nasional
Adapun asal usul
perpustakaan nasional ialah sebagai berikut :
( 1 ) Merupakan kumpulan berbagai perpustakaan yang disita negara
semasa revolusi, kemudian koleksi gabungan itu dijadikan satu di bawah atas
perpustakaan nasional. Contoh Bibliotheque Nationale di Paris dan Perpustakaan
Negara Lenin di Moskow.
( 2 ) Perpustakaan tersebut dibangun semasa damai. Contoh
"Reference Division" dari The British Library di London.
( 3 ) Sengaja dibentuk, lazimnya dengan dekrit pemerintah. Contoh
Perpustakaan Nasional di Jakarta, dibentuk berdasarkan surat
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kemudian dengan keputusan Presiden menjadi
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia .
Contoh lain ialah National Library of Canada.
( 4 ) Sebagai bagian sebuah badan legislatif, kemudian berfungsi
sebagai perpustakaan nasional. Namun tetap terikat tugas semula, lebih
mengutamakan layanan pada badan legislatif. Contoh Library of Congress,
National Library of Scotland .
( 5 ) Sebagai perkembangan lanjut sebuah perpustakaan umum, kemudian
dikembangkan menjadi perpustakaan nasional. Seringkali perpustakaan nasional
masih berfungsi sebagai perpustakaan umum. Contoh Singapore National Library,
Perpustakaan nasional Malta ,
Perpustakaan nasional Mesir.
( 6 ) Bermula sebagai bagian sebuah museum, kemudian dijadikan cikal
bakal perpustakaan nasional. Misalnya The British Library, Perpustakaan
Nasional Indonesia, semula merupakan bagian Museum Nasional.
( 7 ) Berasal dari perpustakaan khusus, kemudian berfungsi sebagai
perpustakaan nasional dalam subjek yang dikuasainya. Contoh National
Agricultural Library dan National Library of Medicine, kedua-duanya di Amerika.
( 8 ) Sebagai kelanjutan sebuah perpustakaan perguruan tinggi. Contoh
perpustakaan nasional Birma, semula berasal dari koleksi University of Burma .
1.7. Fungsi tunggal dan ganda
perpustakaan nasional
Perpustakaan nasional
fungsi ganda dalam arti tidak saja berfungsi sebagai perpustakaan nasional
melainkan juga berfungsi sebagai jenis perpustakaan lain.
1.7.1.
Perpustakaan nasional kultural
Contoh untuk
perpustakaan nasional jebnis ini adalah: Bayerische Staatsbibliotheek, National
Library of Scotland, dan National Library of Wales. Ketiga perpustakaan nasional
tersebut memberikan jasa pada sejumlah daerah administratif yang memiliki
kaitan politik dan kultural, jadi merupakan subkategori kultural perpustakaan
nasional. Berdasarkan konsep tersebut, maka di dalamnya termasuk berbagai
perpustakaan nasional di republik Soviet otonom, perpustakaan nasional Slovak,
perpustakaan nasional Yugoslavia ;
beberapa di antaranya sebelumnya merupakan bagian dari negara lain atau semula
merupakan daerah yang independen. Perpustakaan nasional kultural mungkin
melewati batas nasional, seperti Perpustakaan Nasional Wales yang mengumpulkan
budaya Celtic pada umumnya.
1.7.2.
Perpustakaan tujuan ganda (dual-purpose libraries)
Perpustakaan memiliki
tujuan ganda, satu sebagai perpustakaan nasional dan satunya sebagai jenis
perpustakaan lain. Bayerische Staatsbibliothek juga memiliki nama sebagai Land-
und StadtBibliothek (perpustakaan negara dan kota ), berfungsi sebagai perpustakaan rujukan
regional, dapat dianggap sebagai perpustakaan yang menduduki dua lapis (tier).
Satu lapis di bawahnya disebut Stadtbucherein (perpustakaan umum populer). Ada perpustakaan yang
memiliki fungsi dua atau tiga. Perpustakaan universitas di kota
Hamburg dan Bremen
bertindak sebagai perpustakaan negara, perpustakaan rujukan kota , pemegang hak deposit dan menyimpan
katalog induk regional.
1.7.
2.1. Perpustakaan perguruan tinggi nasional.
Di sini perpustakaan
nasional juga berfungsi sebagai perpustakaan perguruan tinggi. Contoh
Perpustakaan Universitas Helsinki, Perpustakaan Nasional Oslo, Perpustakaan
Universitas dan Nasional Kroasia di Zagreb dan Jewish National and University
Library di Jerusalem. Perpustakaan universitas menganggap edkua tugasnya sama
pentingnya walaupun dalam praktek kewajiban mereka terhadap universitas lebih
utama daripada fungsi mereka sebagai perpustakaan nasional atau regional atau kota .
1.7.
2.2. Perpustakaan umum nasional.
Singapore National
Library, Federal National Library di Calcutta.
1.7.
2.3. Perpustakaan parlementer nasional.
Perpustakaan nasional
juga bertindak sebagai perpustakaan lembaga legislatif. Contoh National Diet
Library dan Library of Congress. National Diet Library mengambil model Library
of Congress sebagai akibat pendudukan AS atas Jepang. Perpustakaan nasional
didirikan tahun 1948 sebagai perpustakaan multitujuan karena di samping
memiliki perpustakaan di parl;emen juga memiliki 30 perpustakaan cabang di
departemen dengan tujuan memaksimumkan bahan perpustakaan serta membantu Diet
mengontrol,birokrasi eksekutif.
1.7.3.
Perpustakaan subjek nasional
Meningkatnya jumlah
publikasi menyebabkan perpustakaan nasional tidak mampu menangani informasi
terekam dengan tidak memandang asalnya. Maka dikembangkanlah perpustakaan
subjek nasional.Perpustakaan nasional subjek dapat mencakup seluruh bidang
sains dan teknologi dapat juga terbats pada satu bidang ilmu saja. Contoh yang
mencakup seluruh bidang sains dan teknolog ia;ah National Lending Library for
Science and Technology (Inggris) sedangkan yang hanya memusatkan pada subjek
tertentu saja meliputi National Library of Medicine, National Agricultural
Library, Slovak Central Technical Library di Bratislava. Sebuah perpustakaan
universitas juga dapat berfungsi sebagai perpustakaan subjek nasional, misalnya
Lund University Library (Sweden), di Jerman Technische Informationsbibliothek
di Hanover Technical University merupakan perpustakaan teknik pusat dan pusat
terjemahan nasional. Perpustakaan subjek nasional lainnya ialah Central Medical
University di Cologne University, Central Agricultural Library di Bonn
University, Institute of International Economics di Kiel University. Di Inggris
ada perpustakaan yang memiliki nama yang sudah mengarah ke subjek yang
ditekuninya di samping melayani komunitas. Sebagai contoh, Robert B.Haas Family
Arts Library di Yale dan Victoria and Albert Museum
di Kensington di London .
1.7.4.
Perpustakaan peminjaman dan referens
Koleksi perpustakaan
nasional digunakan untuk keperluan rujukan atau peminjaman, baik langsung atau
melalui perpustakaan lain. Perpustakan nasional dapat merupakan perpustakan
peminjaman, mengirimkan dokumen yang diperlukan ke perpustakaan dan organisasi
lain. Dalam hal ini, fungsi peminjaman dan referens dialokasikan pada dua
lembaga yang berbeda. Contoh di Inggris, British Museum Library2[2] merupakan
perpustakaan rujukan umum nasional, Natioanl central Library merupakan
perpustakaan pemimjaman umum nasional; ada pula National Reference Library for
Science and Invention (bagian terpisah dari British Museum Library) dan
National Lending Library for Science and Technology.
1.7.5.
Perpustakaan nasional untuk pembaca tunanetra
Library of Congress
merupakan perpustakaan nasional umum yang menyediakan materi bacaan untuk
penderita cacad, khususnya mereka yang secara fisik tidak dapat membaca atau
menggunakan materi tercetak biasa. Lembaga serupa terdapat di Inggris bernama
National Library for the Blind disingkat NLB. NLB menyediakan materi bacaan
dalam huruf Braille dan Moon, huruf yang dapat dibaca oleh tuna netra. Perpustakaan
umum bagi kaum tunanetra.
PERPUSTAKAAN
SEBELUM TAHUN 1942
Pendahuluan
Sebelum mengenal
kertas yang dibawa Belanda, kerajaan di Indonesia menggunakan bahan kertas
yang disebut deluwang. Bahan tersebut dibuat dari pohon deluwang yang
tumbuh di beberapa daerah, seperti: Ciamis, Surakarta , Palu dan Tapanuli. Bahan tulis
lain yang digunakan adalah karas, yaitu semacam batu tulis atau bambu
yang dibelah1, dan lempeng tembaga. Selain itu ada juga prasasti yang ditulis
pada sebuah batu. Sejak masa pemerintahan Kerajaan Kadiri sampai dengan
Majapahit telah dihasilkan banyak karya sastra, yang beberapa di antaranya
masih sintas sampai sekarang. Setelah Islam masuk Indonesia , disusul dengan tumbuhnya
kerajaan-kerajaan Islam di negeri ini, telah dihasilkan juga banyak karya tulis
berupa manuskrip, suluk, buku kuning, dan sebagainya.
Munculnya manuskrip
dalam wujud serat, kakawin, buku kuning, suluk dan sejenisnya ditafsirkan oleh
beberapa penulis, di antaranya Hardjoprakoso, sebagai tanda bahwa perpustakaan
telah ada di Indonesia sejak abad X. Memang diketahui bahwa banyak manuskrip
yang dihasilkan, sebagian besar disimpan di istana dan rumah ibadah dan diatur
untuk keperluan pengajaran keagamaan, namun hal itu tidak membuktikan adanya
sebuah perpustakaan. Keberadaan manuskrip, sistem yang digunakan serta adanya
pemakai memang sulit disangkal, namun tidak ada bukti tertulis tentang hal
tersebut, sehingga menimbulkan tafsiran bahwa perpustakaan dalam arti
sesungguhnya belum ada di Indonesia
pada abad X.
Perpustakaan awal abad
17
Perpustakaan pertama
di Indonesia yang tercatat adalah
sebuah perpustakaan gereja di Batavia
yang sesungguhnya telah dirintis sejak tahun 16242. namun akibat berbagai
kendala baru diresmikan pada 27 April 1643, bersamaan dengan pengangkatan
pendeta Ds (Dominus) Abraham Fierenius sebagai kepalanya. Pada masa itu layanan
peminjaman buku yang diselenggarakan perpustakaan gereja Batavia
tersebut tidak hanya dibuka untuk perawat rumah sakit Batavia ,
namun juga untuk pemakai yang berada di semarang
dan Juana. Setelah itu tidak terdapat catatan tentang keberadaan perpustakaan
di Indonesia
untuk waktu yang cukup lama.
Perpustakaan di
Indonesia yang tercatat keberadaannya setelah itu adalah perpustakaan milik
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Perpustakaan ini
didirikan pada 24 April 1778, semasa Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC).
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen berdiri atas prakarsa Mr
J.C.M. Rademaker, ketua Raad van Indie. Organisasi tersebut mengandalkan
sumbangan dermawan serta bantuan keuangan dari Raad van Indie.
Zaman Permerintahan Hindia Belanda
Setelah kekuasaan East India Company (EIC) berakhir pada tahun
18178, Indonesia
sedikit demi demi sedikit kembali dikuasai Belanda. Penguasa setempat dipaksa
untuk menandatangani Korte Verklaring dan Lange Verklaring yang
mengakui kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Pada daerah yang dikuasai Hindia
Belanda, pemerintah mengeluarkan beberapa aturan mengenai bahan cetakan.
3.2.1. Koloniale Besluit 1856
Peraturan ini mewajibkan siapa saja yang akan menerbitkan dokumen
harus menyerahkan dokumen yang akan diterbitkan untuk diperiksa terlebih dahulu
oleh pejabat pemerintahan. Praktik ini merupakan sensor yang dilakukan oleh
pemerintah Hindia Belanda. Contoh dokumen yang lolos sensor dikirim ke
Bibliotheek Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.
3.2.2. Koloniale Besluit tahun 1913
Pada Staatsblad nomor 7981 tahun 1913 tentang Toezending van
drukwerken aan het Bataviaasch genootschap van Kunsten en Wetenschapen semua
kantor pemerintah diminta mengirimkan sebuah eksemplar terbitannya tanpa biaya
(een examplaar kosteloos) kepada direksi Bataviaasch Genootschap van
Kunsten en Wetencshappen. Peraturan tersebut menggantikan Staatsblad 1856 nomor
74 serta Staatsblad 1906 nomor 270.
Zaman Jepang
Ketika Jepang menduduki Indonesia , semua kegiatan kantor,
lembaga dan organisasi Belanda dihapus. Semua nama kantor diubah kedalam bahasa
Jepang. Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetencshappen ditutup sehingga
dengan sendirinya tidak ada lagi pengiriman karya cetak berdasarkan kewajiban
yang ditentukan undang-undang. Hal ini menyebabkan tidak banyak informasi yang
bisa didapat mengenai penerbitan semasa pendudukan Jepang. Karya yang mencakup
terbitan masa itu adalah karangan John Echols berjudul Prelimineray
checklist of Indonesian imprints during the Japanese period: March 1942 –
August 19459]. Mastini menyatakan bahwa selama masa pendudukan
Jepang, perpustakaan (Bataviaasche Genootschap van Kunsten en Wetenschapen yang
nonaktif) masih menerima penerbitan pemerintah pendudukan Jepang termasuk
terbitan Kan
Po10 dan beberapa terbitan lain. Kelak koleksi ini diterbitkan oleh
Perpustakaan Nasional sebagai Katalog Terbitan Indonesia Selama Pendudukan Jepang
Zaman
Republik Indonesia .
Setelah Indonesia
memproklamakirkan kemerdekaannya, tidak banyak kegiatan yang dilakukan oleh
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetencshappen, terutama yang berkaitan
dengan fungsi deposit bahan perpustakaan. Perkembangan sejarah, kondisi politik
dan ekonomi tidak memungkinkan berbagai perusahaan Belanda untuk menyumbang
secara tetap kepada Bataviaasch Genootschap.
Pada sebuah rapat diputuskan bahwa nama Bataviaasch
Genootschap van Kunsten en Wetenschapen tidak sesuai lagi dengan kondisi zaman
sehingga diputuskan untuk diganti menjadi Lembaga Kebudajaan Indonesia pada
tahun 1952. Lembaga ini mengalami kesulitan keuangan karena hidupnya bergantung
pada iuran para anggota (pada tahun 1957 berjumlah 287), sumbangan para
dermawan, hasil penjualan karcis museum dan penjualan terbitan. Pemasukan dari
berbagai sumber tersebut tidak mencukupi kebutuhan lembaga sehingga setengah
dari anggaran harus ditutup dengan subsidi pemerintah.12 Selanjutnya harta
kekayaan Lembaga Kebudajaan Indonesia
sepenuhnya diserahkan ke pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1962. Dengan
penyerahan tersebut, maka tamatlah riwayat Bataviaasch Genootschap van Kunsten
en Wetencshappen. Penyerahan harta benda kepada pemerintah Indonesia
mencakup juga koleksi perpustakaan yang menjadi cikal bakal pembentukan
Perpustakaan Museum Pusat. Walaupun Batavia Genootschap ditutup pada tahun
1962, namun fungsi pengelolaan kewajiban menyerahkan terbitan kepada
Bataviaasch Genootschap sudah tidak berjalan sejak 1942 sampai 1952.
Tatkala Bataviaasch Genootschap berubah menjadi Lembaga Kebudajaan
Indonesia, ketentuan tahun 1913 juga tidak berlaku lagi, sehingga dari segi
pengawasan bibliografi terdapat masa kosong antara 1942-1952. Penerbitan masa
itu, terutama antara 1945 sampai 1952, dicakup dalam karya Ockeloen yang berupa
Catalogus buku2 jang diterbitkan di Indonesia13. Ockeloen juga
menerbitkan terbitan serupa yang mencakup peridoe 1952-1953. Penyusunan kedua
terbitan itu tidak didukung oleh undang-undang deposit.
3.3.1. Kantor
Bibliografi Nasional
Kantor
Bibliografi Nasional dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan,
Pengadjaran dan Kebudajaan no. 46860/KAB/11 Desember 195214, di kepalai oleh G.
Ockeloen15. Tugas lembaga ini ialah “menyelenggarakan menurut sistem tertentu,
pendaftaran segala kitab-kitab, madjalah-madjalah dan laporan-laporan jang
dicetak dan diterbitkan di Indonesia ,
ketjuali jang bersif
16.” Fungsi depositori
sebuah perpustakaan nasional baru dijalankan lagi pada tahun 1952 dengan
pembentukan Kantor Bibliografi Nasional, yang ditugaskan “mendaftar segala
buku, madjalah dan laporan” yang dicetak dan diterbitkan di Indonesia
menurut sistem tertentu17. Namun sebenarnya fungsi tersebut bukanklah sekuat
sebuah undang-undang.
Tidak ada komentar: